Thursday, November 01, 2012

Paman


Wajah yang mulai menua itu terlihat begitu bersemangat mengendarai sedan putih yang usianya lebih tua dari umurku. wajah berseri menyambut kedatanganku untuk kali pertama di kota itu. 
Jujur saja, ada rasa kaget yang mencengkeram diriku begitu melihat sosok itu dan mobilnya. Tak pernah kusangka, kehidupan kurang berpihak baik untuknya dan keluarganya.

Senyum itu terus mengembang. Begitu banyak cerita terlontar dari bibirnya. namun tidak kudengar satu cerita yang menunjukkan kekesalan akan hidup yang kurang adil, sebaliknya rasa syukur berulang diucapkan. 
untuk kesekian kalinya, aku terhenyak. Malu. Melihat diriku dan membandingkan dengannya, tentu harusnya aku yang lebih bisa bersyukur. Hah!
Maaf, Tuhan. 

Ada rasa bahagia di balik kesusahannya.
Ada keinginan untuk selalu memberi di dalam kekurangannya. 
Ada niat dan waktu yang disempatkan untuk menjamu orang lain di tengah kesibukannya.  

Dalam waktu singkat, aku belajar banyak sekali. Melalui cerita dan terlebih perbuatan.
Tentang bagaimana Tuhan menjaga anak-anak-Nya.
Tentang bagaimana kita harus bisa memberi di dalam kekurangan.
Tentang bagaimana untuk bersyukur di setiap keadaan.
Tentang iman yang besar kepada sang Pencipta.
Tentang totalitas.
Tentang mengasih sesama.
Tentang hidup, atau mungkin lebih dari itu.

Pria itu pamanku. Lesung pipi yang menghiasi senyumnya sama dengan punya Ibuku.
Tidak ada yang bisa aku lakukan, hanya doa dan harapan untuk terus bisa melihat senyum dan semangat itu hingga akhir nanti.
 

0 comments:

Post a Comment